Tembakau untuk obat diabetes??
Ya, selama ini masyarakat Indonesia hanya menganggap bahwa
tembakau merugikan karena mengandung zat berbahaya yang di gunakan untuk bahan
dasar pembuatan rokok.
Kali ini postingan saya membahas tentang manfaat tembakau
bagi kesehatan, salah satunya sebagai obat kencing manis atau diabetes melitus.
Bagaimana bisa tembakau yang selama ini kita
anggap
merugikan ternyata bermanfaat????
Nah, para ilmuwan berhasil menggunakan tembakau yang
dimodifikasi secara genetik untuk memproduksi obat diabetes dan kekebalan
tubuh. Hasil penelitian itu dipublikasikan dalam jurnal BMC Biotechnology,
Maret 2010.
Ilmuwan dari beberapa lembaga penelitian Eropa
berpartisipasi dalam proyek bertajuk “Pharma-Planta” yang dipimpin Profesor
Mario Pezzotti dari Universitas Verona itu. Mereka membuat tembakau transgenik
yang memproduksi interleukin-10 (IL-10), yang merupakan cytokine anti-radang
yang ampuh. Cytokine adalah protein yang merangsang sel-sel kekebalan tubuh
agar aktif.
Kode genetik (DNA) yang mengode IL-10 ditanam dalam
tembakau, lalu tembakau akan memproduksi protein tersebut. Mereka mencoba dua
versi IL-10 yang berbeda. Satu dari virus, yang lainnya dari tikus. Para
peneliti menemukan, tembakau dapat memproduksi dua bentuk IL-10 itu dengan tepat.
Produksi cytokine yang aktif cukup tinggi, yang mungkin dapat digunakan lewat
proses ekstraksi dan pemurnian.
Menurut Prof. Pezzotti, tanaman transgenik menarik untuk
sistem produksi protein kesehatan karena menawarkan kemungkinan produksi pada
skala besar dengan biaya rendah. “Sehingga menghindari proses pemurnian yang
panjang dibandingkan dengan obat tradisional sintetis,” katanya.
Tidak sekadar sebagai obat anti-radang dan mencegah diabetes
melitus tipe 1, tembakau juga bisa menghasilkan protein obat human
immunodeficiency virus (HIV) penyebab AIDS, yang disebut griffithsin. HIV
adalah virus yang menginfeksi sel sistem kekebalan tubuh manusia. Bedanya,
bukan tembakaunya yang menghasilkan protein, melainkan virus tembakaunya.
Para ilmuwan telah bertahun-tahun mengetahui bahwa
obat-obatan yang dikenal sebagai griffithsin melindungi orang dari infeksi HIV
karena menghentikan kolonisasi virus pada lapisan vaginal. Yang menjadi
persoalan, biaya untuk memproduksinya sangat mahal. Di alam, satu-satunya sumber
griffithsin adalah algae merah, yang ditemukan di pantai Selandia Baru. Mereka
tumbuh dalam jumlah sangat kecil untuk dapat dipanen secara efektif.
Ilmuwan sebenarnya dapat menghasilkan griffithsin dalam
jumlah lebih besar lewat rekayasa genetik pada bakteri E. coli. Namun
pemeliharaannya membutuhkan suhu yang tinggi dan pengadaan bahan bakunya
menjadikan panen obat dari mikroba itu tetap mahal. Sekarang para ilmuwan
berpaling ke virus untuk memproduksi griffithsin.
Maka, virus mosaik tembakau (TMV) yang biasanya menginfeksi
tembakau pun dijadikan alat untuk memproduksi obat HIV itu. Agar hasilnya besar, generasi TMV penghasil
obat itu dicampur dengan air dan disemprotkan pada Nicotiana benthamiana,
sepupu tanaman tembakau komersial yang sangat rentan terhadap TMV. Setelah
beberapa hari terinfeksi, daun mulai layu. Berarti virus telah menyebar ke
seluruh daun.
Menurut Witarto, di Eropa, molecular farming menjadi proyek
besar Uni Eropa. “Salah satu pusat utamanya di Fraunhofer IME tersebut,”
katanya. Di sana ada konsorsium besar. Para profesor dari negara-negara Eropa
yang terlibat dalam konsorsium ini mengirim mahasiswa S-3-nya untuk mengerjakan
penelitian itu. “IL-10 adalah salah satu targetnya, yang diketuai profesor dari
Italia itu,” ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar